Pengaruh Sektor Informal
terhadap penyerapan Angkatan Kerja di Jakarta
Oleh :
Muhammad Ihsan (1111084000029) No.hp:08568922963
Kharisma Susetyo (1111084000008) No.hp:085890491842
Mata Kuliah : Perekonomian Indonesia
Dosen : Tony
S.Chendrawan,ST.,SE.,M.Si
Jurusan Ilmu Ekonomi dan
Study Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah
Jakarta
Abstract
The
problems in big cities like Jakarta, employment is something that should be
resolved by increasing the labor force each year and a lot of movement of
people from rural to Jakarta. and the informal sector influence in the
absorption of the labor force in the city of Jakarta. it is because of the
limited jobs in the formal sector, so many people choose the informal sector as
an alternative job. it is proved by the many types of jobs in the informal
sector.
Keyword: sector informal and labor
BAB I
Pendahuluan
1.1 Fenomena
Jakarta merupakan pusat
kegiatan kebudayaan, politik dan terutama dalam kegiatan perekonomian. Sudah
sejak lama Kota Jakarta menjadi pusat peradaban, pembangunan dan tentu saja
pusat kemajuan. Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin pesatnya
pertumbuhan penduduk di Indonesia terutama di Pulau Jawa, semakin banyak pula
penduduk yang berpindah dari desa ke kota, atau yang disebut juga dengan
Urbanisasi. Rata rata mereka bepergian ke kota Jakarta, selain karena Jakarta
merupakan pusat kegiatan perekonomian,mereka beranggapan bahwa upah di Jakarta
yang juga menjanjikan. Umumnya tujuan para migran yang berbondong-bondong ke
kota tidak lain adalah untuk memperbaiki dan mencari nafkah, karena kondisi di
daerah mereka secara sosial ekonomi
terkadang sangat sulit untuk mencapai harapan hidup yang lebih layak. Oleh
sebab itu salah satu upaya adalah merantau ke kota walaupun hanya memiliki
modal tenaga saja. Namun mereka hanya bermodalkan skill dan nekat, sehingga
ketika mereka sampai di Jakarta, mereka kesulitan untuk mencari pekerjaan.
Dari
permasalahan di atas, munculah yang dinamakan Sektor Informal. Istilah “sektor
informal” biasanya digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang
berskala kecil. Sektor informal di kota terutama harus dipandang sebagai
unit-unit berskala kecil yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang-barang
yang masih dalam suatu proses evolusi daripada dianggap seagai sekelompok
perusahaan yang berskala kecil dengan masukan-masukan (inputs) modal dan
pengelolaan (managerial) yang besar (Sethurahman, 1996).
Peran sektor informal kota sangat
strategis sebagai katup pengaman pengangguran. Di berbagai kota besar, ketika
situasi krisis melanda Indonesia dan pengangguran terjadi di mana-mana, maka
peluang satu-satunya yang dapat menyelamatkan kelangsungan hidup jutaan korban
PHK dan pengangguran dari desa adalah sektor informal. Di Jakarta, misalnya,
sektor informal yang ada menurut survei BPS DKI Jakarta ternyata mampu menyerap
193 ribu tenaga kerja (Koran Tempo, 13/2 dalam Suyanto, 2006). Informal sektor
di Indonesia memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyerapan tenaga
kerja.
Berikut adalah
data jumlah angkatan kerja pada usia produktif di Indonesia dan Jakarta dari
tahun 2010-2012
TAHUN
|
ANGKATAN KERJA
|
|
INDONESIA*)
|
JAKARTA**)
|
|
2010
|
116,00
|
4.746,37
|
2011
|
119,40
|
5.009,83
|
2012
|
120,41
|
5.283,23
|
*) dalam juta orang
**)
dalam ribu orang
Sumber : berdasarkan data BPS
Berdasarkan
data di atas, peningkatan angkatan kerja semakin bertambah di Jakarta setiap
tahunnya salah satu factor penyebabnya dikarenakan adanya perpindahan penduduk
desa ke kota. Dan semakin banyaknya pekerja di usia produktif yang bekerja dan
yang sedang mencari pekerjaan.
Berikut
adalah data jumlah pekerja sektor informal di Indonesia dan Jakarta dari tahun
2010-2012
TAHUN
|
PEKERJA
SEKTOR INFORMAL
|
|
INDONESIA
*)
|
JAKARTA**)
|
|
2010
|
65,04
|
3.383,78
|
2011
|
65,74
|
3.536,24
|
2012
|
65,22
|
3.786,51
|
*)
dalam juta orang
**)
dalam ribu orang
Sumber : olahan pribadi berdasarkan data BPS
Peningkatan yang cukup signifikan pada
sektor informal
sebagian besar merupakan kontribusi
dari lapangan usaha perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi serta lapangan
usaha lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan. Dalam hal ini
sektor informal berperan besar dalam penyerapan tenaga kerja di Jakarta.
1.2 Identifikasi
·
Bagaimana
gambaran laju sektor informal yang terjadi di kota Jakarta?
·
Bagaimana
gambaran laju angkatan kerja yang terjadi di Kota Jakarta?
·
Bagaimana
pengaruh sektor informal terhadap angkatan kerja di Kota Jakarta?
1.3 Tujuan
·
Untuk
menggambarkan laju sektor informal yang terjadi di Kota Jakarta
·
Untuk
menggambarkan laju angkatan kerja yang terjadi di Kota Jakarta
·
Untuk
menggambarkan pengaruh sektor informal terhadap angkatan kerja yang berada di
Kota Jakarta.
BAB II
Studi Pustaka
2.1 Teori-teori
Berangkat dari konsep migrasi, maka
pendekatan teori yang dianggap relevan adalah teori migrasi dan urbanisasi.
Migrasi merupakan perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat yang lain,
sementara itu urbanisasi perpindahan penduduk dari desa ke kota dengan maksud
dan tujuan-tujuan tertentu, maka salah satunya adalah faktor ekonomi.
Sebagaimana diuraikan oleh Stilkind (1983) bahwa arus urbanisasi yang sangat
pesat juga merupakan suatu kelemahan masyarakat yang tidak mampu menciptakan
prasarana dalam negeri yang memadahi untuk mendorong produksi, baik sektor
pertanian maupun industri. Bagi negara yang sedang berkembang, kebijakan
pembangunan yang mengabaikan sektor pertanian telah menimbulkan kemandekan atau
tidak memadahinya pertumbuhan pendapatan di daerah pedesaan.
Gejala ini menyebabkan mereka berusaha
menyelamatkan diri dengan cara pindah ke kota-kota yang tumbuh dengan pesat
(urbanisasi), dengan tujuan tercapainya kehidupan yang lebih baik, ternyata
tidak dapat terwujud. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh meningkatnya migrasi
dari desa ke kota dengan tujuan mencari pekerjaan di sektor industri semakin
meningkat, sedangkan jumlah pekerja dan lapangan kerja yang dibutuhkan semakin
sedikit (tidak seimbang).
2.1.1 Konsep
teori ketenagakerjaan
Tenaga kerja (man power) merupakan
seluruh penduduk yang dianggap memiliki potensi untuk bekerja secara produktif
(Adioetomo, 2010). Hal ini berarti penduduk yang mampu menghasilkan barang dan
jasa dapat disebut sebagai tenaga kerja.Terdapat tiga pendekatan pemberdayaan
yang didasarkan pada pengukuran kegiatanekonomi yang dijadikan tolok ukur untuk
analisis ketenagakerjaan yaitu Gainful Worker Approach, Labor Force Approach,
dan Labor Utilization Approach.
Masing-masing konsep atau teori tersebut dijelaskan
sebagai berikut
1) Konsep Gainful Worker Approach
Konsep ini menjelaskan tentang
akvtivitas ekonomi orang yang pernah bekerja atau biasa dilakukan seseorang
(usual activity). Kata biasa dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa usaha tidak
menganggap penting kegiatan-kegiatan lain yang tidak termasuk biasa dilakukan.
Contohnya orang yang biasanya sekolah namun pada kondisi sekarang sedang
mencari kerja maka hal ini diklasifikasikan sebagai orang yang sekolah. Teori
ini tidak dapat menggambarkan secara statistik mengenai kondisi mereka yang
bekerja dan sedang mencari pekerjaan sehingga angka pengangguran terbuka
relative kecil
2) Konsep Angkatan Kerja(Labor
Force Approach)
Pendekatan ini memberikan
batas yang jelas tentang kegiatan yang dilakukan dalam seminggu ini, sehingga
secara tegas dapat diketahui kegiatan apa yang benar-benar dilakukan sebagai
kegiatan utamanya. Pendekatan ini lebih dikenal sebagai pendekatan aktivitas
kini dengan jangka waktu tertentu (Mantra, 2009)
3) Konsep Pemanfaatan Tenaga
Kerja ( Labor Utilization Approach)
Pendekatan ini awalnya dikembangkan
oleh Philip M Hauser untuk memperbaiki konsep Labor Force Pendekatan Labor
Utilization dimaksudkan untuk lebih menyempurnakan konsep angkatan kerja,
terutama supaya lebih sesuai dengan keadaan negara berkembang. Pendekatan dalam
konsep ini lebih ditujukan untuk melihat potensi tenaga kerja, apakah telah
dimanfaatkan secara penuh
2.1.2 Konsep
Teori Sektor Informal
Istilah sektor informal pertama kali
dilontarkan oleh Keith Hart (1991) dengan menggambarkan sektor informal sebagai
bagian angkatan kerja kota yang berada di luar pasar tenaga yang terorganisasi.
Apa yang digambarkan oleh Hart memang dirasakan belum cukup dalam memahami
pengertian sektor informal tersebut sering dilengkapi dengan suatu daftar
kegiatan agak arbiter yang terlihat apabila seseorang menyusuri jalan-jalan
suatu kota dunia ketiga; pedagang kaki lima,penjual koran, pengamen, pengemis,
pedagang asongan, pelacur, pengojek, dan lain-lain. Mereka adalah pekerja yang
tidak terikat dan tidak tetap ( Hart, 1991).
Konsep informal merupakan suatu jenis
teori dualisme baru yang telah populer. Breman (1991) menjelaskan bahwa
fenomena dualisme di satu pihak menunjuk pada perekonomian pasar yang biasa
kapitalis, dan di pihak lain perekonomian subsistensi di pedesaan dengan ciri
utamanya sistem produksi pertanian yang statis.
Dualisme sosio-ekonomi yang berasal
dari dalam tahap-tahap pembangunan baik pada sektor formal maupun informal.
Sektor informal dimaksudkan agar pekerja bisa dialihkan dari sektor sub-sistem
di desa agar dapat membantu meningkatkan produksi non-pertanian. Para ekonom
dan birokrat memandang bahwa kota dengan industri modern sebagai pusat dinamika
yang secara lambat laun mengubah sifat statis dari tatanan pedesaan dengan ciri
pertanian yang lamban berikut produktivitas pekerja yang sangat rendah. Tetapi
anggapan bahwa kelebihan pekerja yang ada akan terserap dalam sektor modern
belum terbukti. Apabila dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk dan angkatan
kerja di kota, ternyata beberapa dasa warsa ini mengenai kesempatan kerja pada
sektor formal terutama industri masih ketinggalan.
Sektor informal
terdiri dari unit-unit usaha berskala kecil yang menghasilkan dan
mendistribusikan barang dan jasa dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan
kerja dan pendapatan bagi diri sendiri, dan dalam usahanya itu sangat
dihadapkan pada berbagai kendala seperti faktor modal fisik, pengetahuan dan
faktor keterampilan (Sethraman 1981 dalam T.O. Ihromi; 1993).
2.1.3 Sektor
Informal dan Penyerapan Angkatan Kerja
Karena rendahnya upah tenaga kerja di sektor pertanian
dan semakin langkanya lahan lahan pertanian di pedesaan, maka banyak tenaga
kerja yang memilih alternatif lain untuk urbanisasi dan bekerja di sektor non
pertanian. Dalam hubungan ini ternyata sebagian besar angkatan kerja terserap pada
sektor informal.
Secara praktis pengertian
tenaga kerja biasanya hanya dilihat dari segi umur dengan memperhatikan batas
umur sehingga kemudian dapat ditentukan golongan tenaga kerja dan golongan
bukan tenaga kerja. Di tiap tiap negara batas umur tenaga kerja ini tidak sama.
Dengan memperhatikan hal tersebut keseluruhan penduduk apabila dilihat dari
sudut ketenagakerjaan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu:
penduduk usia kerja (working age
population) dan penduduk di luar usia kerja (non working age population). Yang menjadi pertanyaan adalah apakah
semua tenaga kerja berpartisipasi aktif dalam pekerjaan. Secara ekonomis tidak
semua tenaga kerja terlibat dalam pekerjaan atau kegiatan produktif. Hanya
sebagian dari mereka yang sesungguhnya terlibat, sedangkan sebagian lainnya
tidak terlibat. Mereka yang tidak terlibat dalam kegiatan produktif disebut
bukan angkatan kerja (non in the labour
force). Sedangkan mereka yang terlibat dalam pekerjaan atau usaha produktif
disebut angkatan kerja (labour force)
Angkatan kerja terdiri dari
golongan yang bekerja dan golongan yang sedang mencari kerja atau menganggur.
Golongan yang bekerja adalah orang orang yang sudah aktif dalam kegiatannya
yaitu dalam proses produksi guna menghasilkan barang atau jasa. Sedangkan
golongan yang sedang mencari kerja adalah orang yang menawarkan jasa tenaga
atau pikiran untuk proses produksi guna menghasilkan barang atau jasa. Jumlah
orang yang dapat terserap dalam suaatu pekerjaan tergantung dari besarnya
permintaan dalam masyarakat. Besar kecilnya tenaga kerja dipengaruhi antara
lain oleh aktivitas ekonomi maupun tingkat upah. Permintaan tenaga kerja ini
dapat datang dari sektor formal maupun sektor informal. Beberapa karakteristik
tersebut dapat mempengaruhi permintaan maupun penawaran angkatan kerja untuk
masuk kerja oleh sektor informal. Oleh karena itu kaitan antara sektor informal
dan penyerapan angkatan kerja dikemukakan sebagai berikut:
i.
Persyaratan
masuk. Angkatan kerja mudah terserap pada sektor informal karena sektor informal
memberikan kebebasan kepada angkatan kerja untuk masuk maupun keluar dari
pekerjaan tanpa adanya persyaratan persyaratan seperti yang diberlakukan pada
sektor formal. Akibatnya banyak yang lebih berminat pada sektor informal
ii.
Waktu
kerja. Dari segi waktu kerja sektor informal memberikan kebebasan waktu kepada
angkatan kerja. Dengan adanya kebebasan waktu kerja ini, angkatan kerja akan
lebih fleksibel dalam menjalankan usahanya sehingga bagi siapapun yang memasuki
sektor ini dapat memilih waktu yang diinginkan
iii.
Umur.
Secara relatif bekerja pada sektor informal tidak memiliki batas umur yang
mengikat seperti yang diberlakukan pada sektor formal. Artinya bekerja di
sektor informal tidak terdapat istilah usia produktif atau non produktif.
Siapapun yang berminat memasuki sektor ini dalam usia berapapun dapat membuka
dan menjalankan usahanya.
iv.
Janjang
pendidikan. Umumnya pekerjaan di sektor informal dipandang sebagai pekerjaan
yang inferior, sehingga bagi angkatan kerja yang mempunyai pendidikan formal
terbatas (rendah) apalagi buta huruf, yang sulit memasuki sektor formal masih
dapat diterima di sektor informal.
Dengan tertampungnya angkatan kerja di
sektor informal, mereka dapat dikatakan telah terserap pada sektor informal.
Menggarisbawahi keunggulan keunggulan sektor informal tersebut, maka keberadaan
sektor informal jangan hanya dipandang sebagai hal yang negatif saja tetapi
juga harus diperhatikan segi positifnya.
Sektor informal yang selama ini bagi
sebagian orang dianggap lebih sering sebagai beban yang mencemari keindahan dan
ketertiban kota, justru perlu dilindungi, dibangun, dikembangkan atau dibina
sehingga dampat negatifnya bisa dihilangkan karena sektor ini mampu menciptakan
lapangan kerja sendiri tanpa bantuan pemerintah. Sektor ini telah memberi andil
dan kontribusi yang juga berperan dalam menjawab pertanyaan pertanyaan dasar
mengenai proses pembangunan ekonomi dan perubahan sosial.
2.2
Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian dalam masalah pengaruh sektor
informal terhadap penyerapan tenaga kerja di Jakarta tahun 2010 – 2012
2.3
Model Penelitian
metode penelitian dalam masalah pengaruh sektor
informal terhadap tenaga kerja di Jakarta adalah menggunakan metode analisis
deskriptif. Karena berdasarkan data dan fenomena yang terjadi pada pengaruh sektor
informal terhadap angkatan kerja di Jakarta pada tahun 2010 – 2012 ,
menggambarkan bahwa sektor informal terus berkembang di daerah Jakarta,
dikarenakan jumlah angkatan kerja di Jakarta yang semakin bertambah setiap
tahunnya sehingga menyebabkan sempitnya lapangan pekerjaan yang didasari
beberapa faktor, seperti jenjang pendidikan, umur dan lain lain. Penulis
beranggapan bahwa sektor informal muncul dikarenakan terbatasnya lapangan
pekerjaan di sektor formal, sehingga menyebabkan angkatan kerja dengan segala keterampilan yang dimiliki
untuk membuka beberapa usaha dalam skala kecil untuk mendapatkan penghasilan
dan bertahan hidup di dalam kota besar seperti Jakarta.
BAB
III
Metodologi
Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan pencarian data-data utama
dan pendukung yang diperoleh dari jaringan Internet serta beberapa buku
referensi yang dibutuhkan dalam penulisan penelitian. Dimulai pada tanggal 24
November 2012 sampai dengan tanggal 14 November 2012. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian deskriptif dengan model penelitian deskriptif
analisis. Metode yang menggambarkan pencarian fakta dengan interpretasi yang
tepat dan mempelajari maslah-masalah yang di hadapi di Jakarta dan Negara
Indonesia.
Metode deskriptif analisis bertujuan untuk membuat
deskripsi, gambaran sistematis, factual, dan akurat mengenai fakta dan hubungan
antar fenomena yang diselidiki.Tehnik pengambilan data dalam penelitian ini
dilakukan secara kuantitatif dan menggunakan data sekunder, dan diakhiri dengan
kesimpulan yang disasarkan pada penganalisisan data.
Dalam penelitian ini variabel independent (bebas) adalah
Sektor Informal. Sedangkan variabel dependent (terikat) adalah Angkatan Kerja.
Data yang digunakan adalah data time series Sektor Informal dan Jumlah Angkatan
Kerja Badan Pusat Statistik Republik Indonesia serta Kota Jakarta Tahun
2010-2012 dan dikorelasikan dengan perangkat lunak SPSS versi 17.
BAB IV
Pembahasan
Dari data yang di peroleh dari Badan
Pusat Statistik(BPS) Kota Jakarta pada tahun 2010-2012 Angkatan Kerja dan
Sektor Informal yang terjadi di Kota Jakarta sebagai berikut;
Dari tabel Descriptive Statistics, maka
diketahui bahwa rata-rata Jumlah sektor informal yang ada sebesar 3.568.843,33
dengan standar deviasi 203.334,936. Sedangkan rata-rata angkatan kerja sebesar
5.013.143,33 dengan standar deviasi 268.445,336.
Dari tabel Coefficience diketahui
bahwa besarnya nilai t test= 7,732 sedangkan besarnya signifikansi= 0,000 lebih
kecil dari 0,05. Dengan demikian H0 ditolak yang berarti ada pengaruh variabel
Angkatan Kerja terhadap Sektor Informal. Dan dari tabel Coefficient di atas,
kolom B pada Constant (a) adalah -197014.415 sedangkan angkatan kerja (b) adalah 0,751. Sehingga
persamaan regresinya adalah:
Y=a=bX
Y=-197014.415+0,751X
Dalam tabel Correlations, diketahui
bahwa menurut cara Pearson. Jika Variabel Sektor informal naik 1 unit, maka
akan berpengaruh 0,992 Unit di variabel Angkatan Kerja. Demikian pula jika
variable Angkatan Kerja naik 1 unit, maka akan berpengaruh 0,992 unit di
variabel Sektor Informal.
Berdasarkan tabel Anova, diketahui
bahwa besar signifikansi regresi sebesar 0.082. Nilai F hitung sebesar 59.781.
Maka dapat diketahui bahwa, berdasarkan nilai Signifikan 0.082 berarti
probabilitas 0.082 lebih besar dari 0.05 maka Ho diterima. Tidak ada koefisien
yang tidak nol atau koefisien berarti, maka model regresi tidak dapat dipakai
untuk memprediksi Jumlah Impor.
Dari tabel Variables Entered/Removed,
menunjukkan variabel yang dimasukkan adalah Angkatan Kerja, sedangkan variabel
yang dikeluarkan tidak ada.
Dari tabel Model Summary (Model
Sisaan) angka R Square adalah 0.984 yaitu hasil kuadrat dari koefisien korelasi
(0.992X0.992=0.984). Nilai Standard Error of Estimate adalah 36.884,524. Pada
standar deviasi Sektor Informal 203.334,936, jauh lebih besar dari standar
error. Oleh karena lebih kecil dari dari standar deviasi, maka model regresi
bagus dalam bertindak sebagai predictor Angkatan Kerja.
Dalam kurva kelinieran diatas, dapat
terlihat bahwa sebaran data sebagian besar tidak terdapat dalam sumbu normal,
maka dapat dikatakan bahwa pernyataan normalitas tidak dapat dipenuhi.
BAB
V
Kesimpulan
Maka untuk mengurangi angkatan kerja
yang semakin tahun semakin meningkat, dibutuhkan sektor informal untuk menyerap
angkatan kerja yang sebagian tidak mendapat lapangan pekerjaan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://jakarta.bps.go.id/
JURNAL : ANALISIS PEKERJA SEKTOR INFORMAL
Oleh : Setiawan Budi Santoso