Rabu, 02 Januari 2013


Pengaruh Sektor Informal terhadap penyerapan Angkatan Kerja di Jakarta
Oleh :
Muhammad Ihsan          (1111084000029)          No.hp:08568922963
Kharisma Susetyo          (1111084000008)           No.hp:085890491842
Mata Kuliah       :  Perekonomian Indonesia
Dosen              :  Tony S.Chendrawan,ST.,SE.,M.Si

Jurusan Ilmu Ekonomi dan Study Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta

Abstract
The problems in big cities like Jakarta, employment is something that should be resolved by increasing the labor force each year and a lot of movement of people from rural to Jakarta. and the informal sector influence in the absorption of the labor force in the city of Jakarta. it is because of the limited jobs in the formal sector, so many people choose the informal sector as an alternative job. it is proved by the many types of jobs in the informal sector.
Keyword: sector informal and labor


BAB I
Pendahuluan
1.1    Fenomena
Jakarta merupakan pusat kegiatan kebudayaan, politik dan terutama dalam kegiatan perekonomian. Sudah sejak lama Kota Jakarta menjadi pusat peradaban, pembangunan dan tentu saja pusat kemajuan. Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin pesatnya pertumbuhan penduduk di Indonesia terutama di Pulau Jawa, semakin banyak pula penduduk yang berpindah dari desa ke kota, atau yang disebut juga dengan Urbanisasi. Rata rata mereka bepergian ke kota Jakarta, selain karena Jakarta merupakan pusat kegiatan perekonomian,mereka beranggapan bahwa upah di Jakarta yang juga menjanjikan. Umumnya tujuan para migran yang berbondong-bondong ke kota tidak lain adalah untuk memperbaiki dan mencari nafkah, karena kondisi di daerah mereka secara  sosial ekonomi terkadang sangat sulit untuk mencapai harapan hidup yang lebih layak. Oleh sebab itu salah satu upaya adalah merantau ke kota walaupun hanya memiliki modal tenaga saja. Namun mereka hanya bermodalkan skill dan nekat, sehingga ketika mereka sampai di Jakarta, mereka kesulitan untuk mencari pekerjaan.
Dari permasalahan di atas, munculah yang dinamakan Sektor Informal. Istilah “sektor informal” biasanya digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Sektor informal di kota terutama harus dipandang sebagai unit-unit berskala kecil yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang-barang yang masih dalam suatu proses evolusi daripada dianggap seagai sekelompok perusahaan yang berskala kecil dengan masukan-masukan (inputs) modal dan pengelolaan (managerial) yang besar (Sethurahman, 1996).
Peran sektor informal kota sangat strategis sebagai katup pengaman pengangguran. Di berbagai kota besar, ketika situasi krisis melanda Indonesia dan pengangguran terjadi di mana-mana, maka peluang satu-satunya yang dapat menyelamatkan kelangsungan hidup jutaan korban PHK dan pengangguran dari desa adalah sektor informal. Di Jakarta, misalnya, sektor informal yang ada menurut survei BPS DKI Jakarta ternyata mampu menyerap 193 ribu tenaga kerja (Koran Tempo, 13/2 dalam Suyanto, 2006). Informal sektor di Indonesia memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja.
 Berikut adalah data jumlah angkatan kerja pada usia produktif di Indonesia dan Jakarta dari tahun 2010-2012
TAHUN
ANGKATAN KERJA
INDONESIA*)
JAKARTA**)
2010
116,00
4.746,37
2011
119,40
5.009,83
2012
120,41
5.283,23
 *) dalam juta orang
**) dalam ribu orang
Sumber : berdasarkan data BPS
Berdasarkan data di atas, peningkatan angkatan kerja semakin bertambah di Jakarta setiap tahunnya salah satu factor penyebabnya dikarenakan adanya perpindahan penduduk desa ke kota. Dan semakin banyaknya pekerja di usia produktif yang bekerja dan yang sedang mencari pekerjaan.
            Berikut adalah data jumlah pekerja sektor informal di Indonesia dan Jakarta dari tahun 2010-2012



TAHUN
PEKERJA SEKTOR INFORMAL
INDONESIA *)
JAKARTA**)
2010
65,04
3.383,78
2011
65,74
3.536,24
2012
65,22
3.786,51
*) dalam juta orang
**) dalam ribu orang
Sumber : olahan pribadi berdasarkan data BPS
Peningkatan yang cukup signifikan pada sektor informal sebagian besar merupakan kontribusi dari lapangan usaha perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi serta lapangan usaha lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan. Dalam hal ini sektor informal berperan besar dalam penyerapan tenaga kerja di Jakarta.
1.2 Identifikasi
·         Bagaimana gambaran laju sektor informal yang terjadi di kota Jakarta?
·         Bagaimana gambaran laju angkatan kerja yang terjadi di Kota Jakarta?
·         Bagaimana pengaruh sektor informal terhadap angkatan kerja di Kota Jakarta?
1.3 Tujuan
·         Untuk menggambarkan laju sektor informal yang terjadi di Kota Jakarta
·         Untuk menggambarkan laju angkatan kerja yang terjadi di Kota Jakarta
·         Untuk menggambarkan pengaruh sektor informal terhadap angkatan kerja yang berada di Kota Jakarta.
BAB II
Studi Pustaka
2.1 Teori-teori
Berangkat dari konsep migrasi, maka pendekatan teori yang dianggap relevan adalah teori migrasi dan urbanisasi. Migrasi merupakan perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat yang lain, sementara itu urbanisasi perpindahan penduduk dari desa ke kota dengan maksud dan tujuan-tujuan tertentu, maka salah satunya adalah faktor ekonomi. Sebagaimana diuraikan oleh Stilkind (1983) bahwa arus urbanisasi yang sangat pesat juga merupakan suatu kelemahan masyarakat yang tidak mampu menciptakan prasarana dalam negeri yang memadahi untuk mendorong produksi, baik sektor pertanian maupun industri. Bagi negara yang sedang berkembang, kebijakan pembangunan yang mengabaikan sektor pertanian telah menimbulkan kemandekan atau tidak memadahinya pertumbuhan pendapatan di daerah pedesaan.
Gejala ini menyebabkan mereka berusaha menyelamatkan diri dengan cara pindah ke kota-kota yang tumbuh dengan pesat (urbanisasi), dengan tujuan tercapainya kehidupan yang lebih baik, ternyata tidak dapat terwujud. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh meningkatnya migrasi dari desa ke kota dengan tujuan mencari pekerjaan di sektor industri semakin meningkat, sedangkan jumlah pekerja dan lapangan kerja yang dibutuhkan semakin sedikit (tidak seimbang).
2.1.1 Konsep teori ketenagakerjaan
Tenaga kerja (man power) merupakan seluruh penduduk yang dianggap memiliki potensi untuk bekerja secara produktif (Adioetomo, 2010). Hal ini berarti penduduk yang mampu menghasilkan barang dan jasa dapat disebut sebagai tenaga kerja.Terdapat tiga pendekatan pemberdayaan yang didasarkan pada pengukuran kegiatanekonomi yang dijadikan tolok ukur untuk analisis ketenagakerjaan yaitu Gainful Worker Approach, Labor Force Approach, dan Labor Utilization Approach.
Masing-masing konsep atau teori tersebut dijelaskan sebagai berikut
1)    Konsep Gainful Worker Approach
Konsep ini menjelaskan tentang akvtivitas ekonomi orang yang pernah bekerja atau biasa dilakukan seseorang (usual activity). Kata biasa dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa usaha tidak menganggap penting kegiatan-kegiatan lain yang tidak termasuk biasa dilakukan. Contohnya orang yang biasanya sekolah namun pada kondisi sekarang sedang mencari kerja maka hal ini diklasifikasikan sebagai orang yang sekolah. Teori ini tidak dapat menggambarkan secara statistik mengenai kondisi mereka yang bekerja dan sedang mencari pekerjaan sehingga angka pengangguran terbuka relative kecil
2)    Konsep Angkatan Kerja(Labor Force Approach)
Pendekatan ini memberikan batas yang jelas tentang kegiatan yang dilakukan dalam seminggu ini, sehingga secara tegas dapat diketahui kegiatan apa yang benar-benar dilakukan sebagai kegiatan utamanya. Pendekatan ini lebih dikenal sebagai pendekatan aktivitas kini dengan jangka waktu tertentu (Mantra, 2009)
3)    Konsep Pemanfaatan Tenaga Kerja ( Labor Utilization Approach)
Pendekatan ini awalnya dikembangkan oleh Philip M Hauser untuk memperbaiki konsep Labor Force Pendekatan Labor Utilization dimaksudkan untuk lebih menyempurnakan konsep angkatan kerja, terutama supaya lebih sesuai dengan keadaan negara berkembang. Pendekatan dalam konsep ini lebih ditujukan untuk melihat potensi tenaga kerja, apakah telah dimanfaatkan secara penuh

2.1.2 Konsep Teori Sektor Informal
Istilah sektor informal pertama kali dilontarkan oleh Keith Hart (1991) dengan menggambarkan sektor informal sebagai bagian angkatan kerja kota yang berada di luar pasar tenaga yang terorganisasi. Apa yang digambarkan oleh Hart memang dirasakan belum cukup dalam memahami pengertian sektor informal tersebut sering dilengkapi dengan suatu daftar kegiatan agak arbiter yang terlihat apabila seseorang menyusuri jalan-jalan suatu kota dunia ketiga; pedagang kaki lima,penjual koran, pengamen, pengemis, pedagang asongan, pelacur, pengojek, dan lain-lain. Mereka adalah pekerja yang tidak terikat dan tidak tetap ( Hart, 1991).

Konsep informal merupakan suatu jenis teori dualisme baru yang telah populer. Breman (1991) menjelaskan bahwa fenomena dualisme di satu pihak menunjuk pada perekonomian pasar yang biasa kapitalis, dan di pihak lain perekonomian subsistensi di pedesaan dengan ciri utamanya sistem produksi pertanian yang statis.
Dualisme sosio-ekonomi yang berasal dari dalam tahap-tahap pembangunan baik pada sektor formal maupun informal. Sektor informal dimaksudkan agar pekerja bisa dialihkan dari sektor sub-sistem di desa agar dapat membantu meningkatkan produksi non-pertanian. Para ekonom dan birokrat memandang bahwa kota dengan industri modern sebagai pusat dinamika yang secara lambat laun mengubah sifat statis dari tatanan pedesaan dengan ciri pertanian yang lamban berikut produktivitas pekerja yang sangat rendah. Tetapi anggapan bahwa kelebihan pekerja yang ada akan terserap dalam sektor modern belum terbukti. Apabila dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja di kota, ternyata beberapa dasa warsa ini mengenai kesempatan kerja pada sektor formal terutama industri masih ketinggalan.
Sektor informal terdiri dari unit-unit usaha berskala kecil yang menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi diri sendiri, dan dalam usahanya itu sangat dihadapkan pada berbagai kendala seperti faktor modal fisik, pengetahuan dan faktor keterampilan (Sethraman 1981 dalam T.O. Ihromi; 1993).

2.1.3 Sektor Informal dan Penyerapan Angkatan Kerja
            Karena rendahnya upah tenaga kerja di sektor pertanian dan semakin langkanya lahan lahan pertanian di pedesaan, maka banyak tenaga kerja yang memilih alternatif lain untuk urbanisasi dan bekerja di sektor non pertanian. Dalam hubungan ini ternyata sebagian besar angkatan kerja terserap pada sektor informal.
Secara praktis pengertian tenaga kerja biasanya hanya dilihat dari segi umur dengan memperhatikan batas umur sehingga kemudian dapat ditentukan golongan tenaga kerja dan golongan bukan tenaga kerja. Di tiap tiap negara batas umur tenaga kerja ini tidak sama. Dengan memperhatikan hal tersebut keseluruhan penduduk apabila dilihat dari sudut ketenagakerjaan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu: penduduk usia kerja (working age population) dan penduduk di luar usia kerja (non working age population). Yang menjadi pertanyaan adalah apakah semua tenaga kerja berpartisipasi aktif dalam pekerjaan. Secara ekonomis tidak semua tenaga kerja terlibat dalam pekerjaan atau kegiatan produktif. Hanya sebagian dari mereka yang sesungguhnya terlibat, sedangkan sebagian lainnya tidak terlibat. Mereka yang tidak terlibat dalam kegiatan produktif disebut bukan angkatan kerja (non in the labour force). Sedangkan mereka yang terlibat dalam pekerjaan atau usaha produktif disebut angkatan kerja (labour force)
Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan golongan yang sedang mencari kerja atau menganggur. Golongan yang bekerja adalah orang orang yang sudah aktif dalam kegiatannya yaitu dalam proses produksi guna menghasilkan barang atau jasa. Sedangkan golongan yang sedang mencari kerja adalah orang yang menawarkan jasa tenaga atau pikiran untuk proses produksi guna menghasilkan barang atau jasa. Jumlah orang yang dapat terserap dalam suaatu pekerjaan tergantung dari besarnya permintaan dalam masyarakat. Besar kecilnya tenaga kerja dipengaruhi antara lain oleh aktivitas ekonomi maupun tingkat upah. Permintaan tenaga kerja ini dapat datang dari sektor formal maupun sektor informal. Beberapa karakteristik tersebut dapat mempengaruhi permintaan maupun penawaran angkatan kerja untuk masuk kerja oleh sektor informal. Oleh karena itu kaitan antara sektor informal dan penyerapan angkatan kerja dikemukakan sebagai berikut:
                      i.        Persyaratan masuk. Angkatan kerja mudah terserap pada sektor informal karena sektor informal memberikan kebebasan kepada angkatan kerja untuk masuk maupun keluar dari pekerjaan tanpa adanya persyaratan persyaratan seperti yang diberlakukan pada sektor formal. Akibatnya banyak yang lebih berminat pada sektor informal
                     ii.        Waktu kerja. Dari segi waktu kerja sektor informal memberikan kebebasan waktu kepada angkatan kerja. Dengan adanya kebebasan waktu kerja ini, angkatan kerja akan lebih fleksibel dalam menjalankan usahanya sehingga bagi siapapun yang memasuki sektor ini dapat memilih waktu yang diinginkan
                    iii.        Umur. Secara relatif bekerja pada sektor informal tidak memiliki batas umur yang mengikat seperti yang diberlakukan pada sektor formal. Artinya bekerja di sektor informal tidak terdapat istilah usia produktif atau non produktif. Siapapun yang berminat memasuki sektor ini dalam usia berapapun dapat membuka dan menjalankan usahanya.
                   iv.        Janjang pendidikan. Umumnya pekerjaan di sektor informal dipandang sebagai pekerjaan yang inferior, sehingga bagi angkatan kerja yang mempunyai pendidikan formal terbatas (rendah) apalagi buta huruf, yang sulit memasuki sektor formal masih dapat diterima di sektor informal.
Dengan tertampungnya angkatan kerja di sektor informal, mereka dapat dikatakan telah terserap pada sektor informal. Menggarisbawahi keunggulan keunggulan sektor informal tersebut, maka keberadaan sektor informal jangan hanya dipandang sebagai hal yang negatif saja tetapi juga harus diperhatikan segi positifnya.
Sektor informal yang selama ini bagi sebagian orang dianggap lebih sering sebagai beban yang mencemari keindahan dan ketertiban kota, justru perlu dilindungi, dibangun, dikembangkan atau dibina sehingga dampat negatifnya bisa dihilangkan karena sektor ini mampu menciptakan lapangan kerja sendiri tanpa bantuan pemerintah. Sektor ini telah memberi andil dan kontribusi yang juga berperan dalam menjawab pertanyaan pertanyaan dasar mengenai proses pembangunan ekonomi dan perubahan sosial.


2.2 Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian dalam masalah pengaruh sektor informal terhadap penyerapan tenaga kerja di Jakarta tahun 2010 – 2012


2.3 Model Penelitian
metode penelitian dalam masalah pengaruh sektor informal terhadap tenaga kerja di Jakarta adalah menggunakan metode analisis deskriptif. Karena berdasarkan data dan fenomena yang terjadi pada pengaruh sektor informal terhadap angkatan kerja di Jakarta pada tahun 2010 – 2012 , menggambarkan bahwa sektor informal terus berkembang di daerah Jakarta, dikarenakan jumlah angkatan kerja di Jakarta yang semakin bertambah setiap tahunnya sehingga menyebabkan sempitnya lapangan pekerjaan yang didasari beberapa faktor, seperti jenjang pendidikan, umur dan lain lain. Penulis beranggapan bahwa sektor informal muncul dikarenakan terbatasnya lapangan pekerjaan di sektor formal, sehingga menyebabkan angkatan kerja  dengan segala keterampilan yang dimiliki untuk membuka beberapa usaha dalam skala kecil untuk mendapatkan penghasilan dan bertahan hidup di dalam kota besar seperti Jakarta.

BAB III
Metodologi Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan pencarian data-data utama dan pendukung yang diperoleh dari jaringan Internet serta beberapa buku referensi yang dibutuhkan dalam penulisan penelitian. Dimulai pada tanggal 24 November 2012 sampai dengan tanggal 14 November 2012. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan model penelitian deskriptif analisis. Metode yang menggambarkan pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat dan mempelajari maslah-masalah yang di hadapi di Jakarta dan Negara Indonesia.
Metode deskriptif analisis bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran sistematis, factual, dan akurat mengenai fakta dan hubungan antar fenomena yang diselidiki.Tehnik pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dan menggunakan data sekunder, dan diakhiri dengan kesimpulan yang disasarkan pada penganalisisan data.
Dalam penelitian ini variabel independent (bebas) adalah Sektor Informal. Sedangkan variabel dependent (terikat) adalah Angkatan Kerja. Data yang digunakan adalah data time series Sektor Informal dan Jumlah Angkatan Kerja Badan Pusat Statistik Republik Indonesia serta Kota Jakarta Tahun 2010-2012 dan dikorelasikan dengan perangkat lunak SPSS versi 17.


BAB IV
Pembahasan
Dari data yang di peroleh dari Badan Pusat Statistik(BPS) Kota Jakarta pada tahun 2010-2012 Angkatan Kerja dan Sektor Informal yang terjadi di Kota Jakarta sebagai berikut;


Dari tabel Descriptive Statistics, maka diketahui bahwa rata-rata Jumlah sektor informal yang ada sebesar 3.568.843,33 dengan standar deviasi 203.334,936. Sedangkan rata-rata angkatan kerja sebesar 5.013.143,33 dengan standar deviasi 268.445,336.


Dari tabel Coefficience diketahui bahwa besarnya nilai t test= 7,732 sedangkan besarnya signifikansi= 0,000 lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian H0 ditolak yang berarti ada pengaruh variabel Angkatan Kerja terhadap Sektor Informal. Dan dari tabel Coefficient di atas, kolom B pada Constant (a) adalah -197014.415 sedangkan angkatan kerja (b) adalah 0,751. Sehingga persamaan regresinya adalah:
Y=a=bX
Y=-197014.415+0,751X


Dalam tabel Correlations, diketahui bahwa menurut cara Pearson. Jika Variabel Sektor informal naik 1 unit, maka akan berpengaruh 0,992 Unit di variabel Angkatan Kerja. Demikian pula jika variable Angkatan Kerja naik 1 unit, maka akan berpengaruh 0,992 unit di variabel Sektor Informal.

Berdasarkan tabel Anova, diketahui bahwa besar signifikansi regresi sebesar 0.082. Nilai F hitung sebesar 59.781. Maka dapat diketahui bahwa, berdasarkan nilai Signifikan 0.082 berarti probabilitas 0.082 lebih besar dari 0.05 maka Ho diterima. Tidak ada koefisien yang tidak nol atau koefisien berarti, maka model regresi tidak dapat dipakai untuk memprediksi Jumlah Impor.


Dari tabel Variables Entered/Removed, menunjukkan variabel yang dimasukkan adalah Angkatan Kerja, sedangkan variabel yang dikeluarkan tidak ada.


Dari tabel Model Summary (Model Sisaan) angka R Square adalah 0.984 yaitu hasil kuadrat dari koefisien korelasi (0.992X0.992=0.984). Nilai Standard Error of Estimate adalah 36.884,524. Pada standar deviasi Sektor Informal 203.334,936, jauh lebih besar dari standar error. Oleh karena lebih kecil dari dari standar deviasi, maka model regresi bagus dalam bertindak sebagai predictor Angkatan Kerja.


Dalam kurva kelinieran diatas, dapat terlihat bahwa sebaran data sebagian besar tidak terdapat dalam sumbu normal, maka dapat dikatakan bahwa pernyataan normalitas tidak dapat dipenuhi.




BAB V
                    Kesimpulan
Maka untuk mengurangi angkatan kerja yang semakin tahun semakin meningkat, dibutuhkan sektor informal untuk menyerap angkatan kerja yang sebagian tidak mendapat lapangan pekerjaan.


DAFTAR PUSTAKA
http://adekabang.wordpress.com/2010/10/13/analisis-swot/     (Sethraman 1981 dalam T.O. Ihromi; 1993).
http://jakarta.bps.go.id/  

JURNAL : ANALISIS PEKERJA SEKTOR INFORMAL
Oleh : Setiawan Budi Santoso